Pada 24 Agustus 2019, Luna Maya lewat Instagram mengunggah foto WWF Indonesia yang menunjukkan staf PT Anak Bukit Tigapuluh (ABT) sedang memadamkan api di lahannya di Jambi. ABT adalah anak perusahaan WWF Indonesia yang mendapatkan konsesi untuk menghutankan kembali, atau dikenal dengan konsesi restorasi ekologi, di area penyangga Taman Nasional Bukit Tiga Puluh di Jambi. Taman Nasional itu adalah habitat gajah, harimau, orang utan, dan tapir.
Post Luna Maya pada 24 Agustus 2019.
Luna Maya menuliskan: “Per tanggal 24 Agustus 2019 terdapat peningkatan titik api di Bukit Tigapuluh, Jambi, dari 44 titik api, menjadi 92 titik. Api telah diupayakan pemadamannya oleh berbagai pihak: masyarakat sekitar, teman-teman WWF-Indonesia, perusahaan setempat, BPBD, BNPB, Polri dan TNI. Mohon perhatian Pak @Jokowi, Bu @siti_nurbayabakar – kasihan saudara-saudara kita di sana.” Post Luna Maya itu kemudian diunggah ulang oleh Wulan Guritno dan Happy Salma.
WWF telah lama membangun hubungan dengan para pesohor, termasuk artis dan olahragawan. Beberapa di antaranya, seperti Nugie, Nadine Chandrawinata, dan Davina, telah menjadi sahabat WWF Indonesia selama lebih dari satu dekade. Selama saya menjadi CEO WWF Indonesia, kami punya perjanjian kerja sama dengan para Brand Ambassador, yaitu Tulus, Chicco Jerikho, dan Putri Marino. Luna Maya, Wulan Guritno, dan Happy Salma sebetulnya bukan Brand Ambassador WWF Indonesia. Mereka bisa disebut sebagai pendukung atau simpatisan WWF Indonesia.
Saya dan Marco Lambertini, Direktur Jenderal WWF International, dengan para pendukung WWF Indonesia.
Tak lama setelah cuitan itu, akun media sosial mereka bertiga ramai diserang orang-orang yang mengaku sebagai anggota Manggala Agni, unit pemadam kebakaran hutan dan lahan (karhutla) Kementerian LHK. Mereka juga menyerang WWF Indonesia. Pesannya hampir seragam: merekalah yang mati-matian memadamkan karhutla, bukan WWF. Mereka meminta para pesohor ini tidak asal bunyi, tapi turun ke lapangan melihat sendiri siapa yang bekerja memadamkan api.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Raffles Panjaitan, dikutip oleh media menyampaikan pesan serupa. Menurutnya, Luna Maya harus datang sendiri ke lokasi kebakaran dan membantu memadamkan api kalau ia memang prihatin dengan karhutla di Indonesia.
Kalau Anda perhatikan baik-baik, tak ada yang salah dengan unggahan Luna Maya itu. Lokasinya spesifik, hanya di Bukit Tiga Puluh Jambi. Jumlah titik apinya juga akurat berdasarkan data pantauan satelit. Aktor pemadam api di lokasi itu juga semua disebut, kecuali Manggala Agni yang merupakan unit pemadam api Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Mungkin Luna Maya berpikir mereka telah terwakili oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dia colek dalam kontennya itu.
Namun, serangan terhadap akun media sosial Luna Maya, Wulan Guritno, Happy Salma, dan WWF Indonesia terus berlangsung selama berhari-hari. Bahkan makin lama serangan makin melebar ke mana-mana, dalam kasus Luna Maya termasuk mengungkit-ungkit masa lalunya. WWF Indonesia berusaha menjelaskan walaupun kemampuannya terbatas, organisasi ini bekerja dengan para pihak lain untuk memadamkan karhutla di lokasi-lokasi kerja WWF. Kerja WWF memang tidak di seluruh titik api di Indonesia, dan WWF tak pernah mengaku sebagai organisasi yang paling berjasa memadamkan karhutla. Ini bisa ditelusuri pada jejak digital WWF Indonesia. Namun, serangan pada WWF sebagai “organisasi asing” yang mengaku paling berjasa memadamkan karhutla terus berlangsung sampai September 2019.
Pemberitaan media mengenai konten Luna Maya.
Kebakaran hutan pada 2019 memang meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Menurut data BNPB, 942.484 hektare lahan terbakar di seluruh Indonesia, hampir separuhnya di pulau Kalimantan. Ini jauh lebih besar daripada 2018 (529.266 hektare) dan 2017 (165.483 hektare), meski tidak sebesar kebakaran pada 2015 (2,6 juta hektare) atau 1997-1998 (11,8 juta hektare), ketika asap kebakaran itu menjadi masalah regional di Asia Tenggara. Bank Dunia memperkirakan kerugian ekonomi karena kebakaran hutan dan lahan pada 2019 tak kurang dari Rp 75 triliun rupiah.
KLHK melansir angka 1,64 juta hektare area kebakaran hutan dan lahan pada 2019. Angka ini disanggah peneliti CIFOR, David Garneau, yang berdasarkan analisis atas citra satelit memperkirakan luas kebakaran ialah 3,1 juta hektare. Akibatnya, David diusir dari Indonesia pada Januari 2020. Alasan Pemerintah Indonesia adalah ia melakukan penelitian tanpa izin dan menerbitkan hasil penelitiannya tanpa persetujuan KLHK.
David kemudian menerbitkan hasil penelitiannya di Jurnal Earth Science System Data, sebuah jurnal ilmiah yang artikelnya melalui peer review dengan ketat. Dalam tulisannya, David membandingkan metodologi perhitungannya dengan KLHK, dan membuktikan angka hasil perhitungannya lebih akurat. KLHK tak pernah menampilkan hasil perhitungan mereka di jurnal ilmiah.
Pada akhir tahun 2019, ABT diberi sanksi administratif oleh KLHK karena “membiarkan” kebakaran terjadi di konsesinya. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, setiap perusahaan bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan di lokasi konsesinya. Ini berlaku juga untuk ABT, walaupun perusahaan ini memiliki konsesi restorasi ekologi dan tidak punya rencana melakukan pembalakan, bahkan ditugaskan untuk menghutankan kembali konsesinya. ABT telah menjelaskan kebakaran seluas sekitar 145 hektare di lokasi konsesi disebabkan perambahan dan pembalakan liar. Mereka telah melaporkan kejadian itu kepada polisi, namun tidak ada tindak lanjutnya.
Selain ABT, ada 25 perusahaan lain yang diberi peringatan oleh KLHK pada 2019. Semua perusahaan tersebut mengelola perkebunan kelapa sawit atau hutan tanaman industri (HTI). Laporan Greenpeace mencatat kebakaran terjadi di 67.200 hektare lahan kebun sawit di 10 konsesi, dan 128.300 hektare lahan milik 10 grup bubur kertas. Jawara kebakaran hutan di kebun kelapa sawit, PT Samora Usaha Jaya dengan karhutla seluas 17.500 hektare, tidak mendapatkan sanksi.
Pada saat itu, saya menyadari WWF Indonesia memang sedang jadi sasaran tembak KLHK.