Pada awal 2013, Felia Salim mengajak saya menjadi anggota Tim Pakar Reformasi Birokrasi Nasional (RBN). Felia adalah anggota Tim Pemantau Independen RBN di Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB). Ketua tim independen itu Kang Erry Riyana Hardjapamekas, mantan komisioner KPK dan pendiri TI Indonesia. Ketika itu Tim Pemantau Independen yang melakukan pemantauan dan evaluasi reformasi birokrasi sudah terbentuk, sedangkan Tim Pakar yang akan menasihati Menteri PANRB mengenai arah kebijakan reformasi birokrasi sedang dalam proses pembentukan.
Melalui Surat Keputusan Menteri PANRB, saya diangkat sebagai anggota Tim Pakar RBN, dengan ketuanya Prof. J. B. Kristiady, mantan Kepala Lembaga Administrasi Nasional dan Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan. Anggota tim pakar lainnya adalah Bambang Harimurti, mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, dan beberapa orang dari perguruan tinggi dan dunia usaha yang saya sudah tak ingat lagi nama-namanya. Untuk saya, alasan dipilih menjadi anggota Tim Pakar adalah misteri. Mungkin karena pengalaman saya di organisasi masyarakat sipil dan dalam upaya pencegahan korupsi.
Kerja-kerja Tim Pemantau Independen dan Tim Pakar RBN difasilitasi Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Kemitraan) melalui proyek Reform the Reformers – Continuation (RTRC) yang didanai Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia.
Pada satu pertemuan Tim Pakar RBN yang saya hadiri, Mas Budi Susanto, Direktur Operasional Kemitraan, menanyakan apakah saya bersedia menjadi Team Leader RTRC, posisi yang ketika itu sedang kosong. Proyek ini bermasalah karena hubungan buruk antara Team Leader sebelumnya dengan Kementerian PANRB. Kemitraan sedang dalam tekanan karena proyek hampir berakhir namun belum mencapai keluaran yang dijanjikan. Permintaan ini kemudian diperkuat oleh Mas Wicaksono Sarosa, Direktur Eksekutif Kemitraan, beberapa hari kemudian.
Namun, bila saya menerima tawaran tersebut, saya harus mengundurkan diri sebagai anggota Tim Pakar karena ada konflik kepentingan. Setelah berkonsultasi dengan Felia yang mengajak saya ke ranah reformasi birokrasi ini, sekaligus pendiri Kemitraan, saya menerima tawaran itu dan mengundurkan diri dari Tim Pakar pada Juli 2013.
Proyek RTRC pada mulanya berada di kantor Wakil Presiden Republik Indonesia, sebagai Koordinator Reformasi Birokrasi Nasional. Namun, proyek kemudian dipindahkan ke kantor Kementerian PANRB sebagai sektor yang bertanggung jawab (leading sector) atas reformasi birokrasi nasional. Konseptor rancangan jangka panjang reformasi birokrasi Indonesia dan proyek RTRC sebagai komponen pendukungnya adalah Prof. Eko Prasodjo yang ketika itu menjabat Wakil Menteri PANRB. Saat saya mulai bergabung, proyek RTR telah berlangsung selama 3 tahun, dan tahapan terakhir dengan huruf C di belakangnya yang merupakan singkatan dari continuation, akan berlangsung sampai pertengahan 2015. Jadi total bantuan DFAT untuk reformasi birokrasi di Indonesia berlangsung selama 5 tahun.
Team leader proyek ini telah berganti dua kali. Yang pertama, seorang warga negara Amerika Serikat yang lama tinggal di Indonesia dan banyak terlibat dalam proyek-proyek desentralisasi di Indonesia. Yang kedua, seorang warga negara Indonesia dengan banyak pengalaman mengelola proyek-proyek DFAT. Entah mengapa, hubungan antara team leader sebelum saya dengan Prof. Eko Prasodjo dan birokrat di Kementerian PANRB kemudian memburuk, sehingga kegiatan proyek tak dapat berjalan. Ketika itulah saya diminta untuk memperbaiki hubungan dengan Kementerian dan menyelesaikan keluaran proyek dalam waktu 20 bulan yang tersisa.
Mitra utama RTRC adalah Kementerian PANRB. Dukungan utama RTRC berbentuk fasilitasi berjalannya Tim Pemantau Independen dan Tim Pakar reformasi birokrasi. Selain itu, RTRC mendukung upaya Kementerian menyelesaikan peraturan pelaksanaan Undang-undang nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Ada lebih 40 peraturan pelaksanaan yang harus diselesaikan dalam bentuk peraturan pemerintah, peraturan presiden, maupun peraturan menteri.
RTRC mendukung penuh upaya Kementerian PANRB memprioritaskan pembentukan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang akan menjadi penjamin berjalannya sistem merit dalam pengelolaan ASN. Setelah melalui banyak drama, tarik-ulur berbagai kepentingan politik dan birokrasi, KASN ditetapkan Presiden SBY melalui keputusan presiden pada hari terakhir pemerintahannya, 30 September 2014. KASN kemudian dilantik Presiden Joko Widodo semasa awal pemerintahannya pada 2015.
RTRC juga bekerja sama dengan pemerintah daerah dan Kementerian Dalam Negeri untuk reformasi birokrasi di tingkat daerah. Daerah percontohan untuk reformasi birokrasi ini adalah provinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sulawesi Selatan.
Pada segi penyelenggara negara (supply side), RTRC memfasilitasi pemerintah daerah percontohan untuk menyusun rencana aksi reformasi birokrasi yang melibatkan pemangku kepentingan. Kemudian, bekerja sama dengan Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan perguruan tinggi setempat memperkuat kapasitas birokrat daerah untuk lebih tanggap terhadap tuntutan pelayanan publik yang sesuai dengan standar pelayanan.
RTRC juga bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil (OMS) pada tingkat nasional dan di provinsi-provinsi percontohan. Tujuannya ialah memperkuat tuntutan (demand side) akan reformasi birokrasi, dan memperkuat kapasitas OMS dalam berpartisipasi di ruang yang semakin terbuka untuk memperbaiki pelayanan publik. RTRC pun bekerja sama dengan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) memperkuat mekanisme pengaduan dan penyelesaian maladministrasi pelayanan publik di daerah.
Menjelang akhir RTRC, lebih dari 80% target pencapaian proyek telah dicapai. Untuk itu, saya harus berterima kasih kepada tim RTRC yang bekerja keras dalam bulan-bulan terakhir.
Bagaimanapun, sampai proyek berakhir, kami tak mungkin menyelesaikan semua pekerjaan. Terutama, penyusunan peraturan pelaksanaan Undang-undang ASN yang macet dalam berbagai rapat koordinasi antar sektor pemerintah. Hanya tiga dari 40-an peraturan pelaksanaan yang selesai sebelum proyek RTRC berakhir.
RTRC telah membangun sistem pemantauan dan penilaian kegiatan yang cukup baik untuk mendokumentasikan pembelajaran dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia. Karena di semester terakhir masih tersisa dana proyek cukup banyak, atas persetujuan dari DFAT, saya membuat kompetisi bagi staf proyek RTRC untuk menulis pembelajaran itu dalam bentuk artikel jurnal. Staf diminta menyusun artikel yang akan dinilai Tim Juri yang terdiri dari Prof. Eko Prasodjo, Prof. Agus Pramusinto (UGM), dan Dr. Agung Djojosoekarto (Kemitraan). Tiga staf yang terpilih kemudian tinggal sebagai scholars in residence selama tiga minggu di University of Canberra dan mendapat mentoring dari staf pengajar di sana untuk memperbaiki artikelnya agar siap dikirimkan ke jurnal berbahasa Inggris.
Dokumentasi pembelajaran dalam pelaksanaan proyek pembangunan hampir selalu jadi obsesi saya. Apalagi reformasi birokrasi merupakan bidang kajian yang kaya pengalaman empirik. Kita tak perlu selalu mengulangi kesalahan yang sama, atau memulai lagi dari nol seolah-oleh belum pernah melakukan apa-apa.
Namun, kepemimpinan politik dan keteladanan dalam reformasi birokrasi ternyata menjadi faktor penentu. Tanpa itu, sebagus apa pun rencana dan program tak dapat dilaksanakan.
Reformasi birokrasi nasional kemudian melempem ketika pemerintahan berganti pada 2014. Presiden baru memiliki visi yang berbeda dengan presiden sebelumnya. KASN juga selalu dalam ancaman akan dibubarkan dalam revisi undang-undang oleh DPR. Reformasi birokrasi bagi pemerintahan sekarang hanya ditujukan untuk melayani investor, bukan kepentingan rakyat!