Bulan lalu ketika reuni SMP, saya diajak menghadiri reuni SMA 3 Bandung. Kebetulan banyak teman SMP saya kemudian melanjutkan Pendidikan ke SMA 3 dan SMA 5 Bandung. Kedua sekolah itu bersebelahan di Jalan Belitung, dan saya mungkin satu-satunya siswa yang pernah sekolah di kedua SMA itu.
Ketika saya lulus SMP, saya di terima di SMA 3 dan SMA 5 Bandung. Ketika itu pendaftaran sekolah begitu mudah, hanya menggunakan nilai ujian SMP, dan saya dapat mendaftar ke sekolah manapun tanpa rayonisasi. Sebetulnya tradisi keluarga kami sekolah di SMA 2. Tapi ketika tahun 1969, SMA 2 pindah dari jalan Belitung ke Jalan Cihampelas, menduduki sekolah Tionghoa yang dibubarkan dan gedungnya diambil alih oleh tentara, kakak nomor 4 pindah dari SMA 2 ke SMA 3 yang tetap tinggal di Jalan Belitung. Tradisi ini dilanjutkan oleh kakak nomor 6 yang persis di atas saya. Namun teman-teman saya di SMP banyak juga yang mendaftar ke SMA 5, jadi saya mendaftar ke keduanya dan diterima. Saya memilih SMA 3 yang terkenal disiplin, dengan harapan saya akan menjadi anak yang baik setelah 3 tahun sekolah seenaknya di SMP.
Namun saya tidak dapat mengatasi kebosanan di sekolah, dan beban sekolah yang menurut saya terlalu banyak. Ketika SMP saya ingin menjadi penulis cerita detektif. Oleh karena itu saya hanya mengikuti pelajaran yang saya anggap penting, Sejarah, Ilmu Bumi dan Bahasa Indonesia. Ketika lulus SMP, cita-cita saya berubah ingin menjadi Astronomer, orang yang mempelajari ilmu Astronomi. Ketika itu, Neil Armstrong baru saja mendarat di Bulan dengan pesawat Apolo 11 pada 1969. Saya juga sangat terkesan dengan film Planet of the Apes yang dibintangi oleh Charlton Heston dan Linda Harrison. Saya punya mimpi bila saya menjadi astronomer saya akan menemukan planet lain yang bisa ditinggali oleh manusia.
Untuk masuk jurusan astronomi di Institut Teknologi Bandung, saya perlu mempelajari matematika, fisika dan ilmu ukur sudut atau trigonometri. SMA 3 memang terkenal dalam bidang ilmu pasti dan pengetahuan alam karena bekas SMA B di jaman Belanda dan di awal Republik. Lulusan SMA 3, ketika itu, memang langganan menjadi mahasiswa ITB dan Fakultas Kedokteran. Namun pelajaran Fisika dan Trigonometri tidak menarik perhatian saya. Begitu pula mata pelajaran Kimia, walaupun saya suka dengan pelajaran Biologi. Mungkin karena gurunya masih muda dan cantik. Akhirnya selama kelas satu itu, saya mengulangi kebiasaan saya untuk membolos. Saya hanya masuk dalam mata pelajaran yang saya sukai: Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, Sejarah dan Ilmu Bumi (Geografi). Sekali-kali saya mengikuti pelajaran matematika yang saya kuasai tapi malas membuat pekerjaan rumah, atau ikut pelajaran biologi untuk dapat melihat ibu guru yang cantik itu.
SMA 3 memang lebih disiplin daripada SMA 5, dan murid-murid SMA 3 dipaksa untuk lebih rajin belajar. Oleh karena itu teman-teman bolos saya Sebagian besar adalah murid SMA 5. Sebetulnya ada pembagian wilayah antara murid-murid SMA 3 dan SMA 5, wilayah jalan Kalimantan ke barat, termasuk Taman Lalu Lintas, adalah wilayah SMA 3. Dari jalan Bali ke Timur, termasuk kolam renang Centrum, adalah wilayah SMA 5. Namun saya selalu bisa berpindah-pindah di kedua wilayah itu, karena seragam saya adalah seragam SMA 3, namun teman-teman bolos saya kebanyakan dari SMA 5.
Ketika kenaikan kelas, raport saya tidak begitu bagus, Namun saya tetap naik ke jurusan Sosial-Budaya, karena nilai pelajaran Bahasa dan ilmu-ilmu sosial saya (sejarah dan ilmu bumi) cukup bagus, walaupun tidak bagus sekali. Naik ke kelas 2 sosial budaya adalah bencana bagi murid SMA 3 di jaman itu. Dari 7 kelas kelas 1, ada 7 kelas 2 jurusan ilmu pasti dan ilmu alam, dan hanya 1 kelas 2 Sosial Budaya. Anak-anak SOS juga terkenal nakal, dan sering dijadikan contoh buruk oleh guru-guru SMA 3. Saya hanya tahan sebulan sekolah di kelas 2 SOS SMA3. Pada bulan ke dua, saya pindah ke SMA 5 yang asalnya memang SMA C, atau SMA jurusan ilmu-ilmu sosial. Walaupun ketika itu sudah pula memiliki kelas jurusan ilmu pasti dan ilmu alam.
Proses perpindahan saya juga sederhana. Semua saya urus sendiri. Saya tak ingat apakah saya ditanya alasan mengapa pindah. Mungkin tidak. Saya dapat mengklaim tempat saya di SMA 5, karena saya punya catatan pernah diterima di sekolah itu pada awal tahun ajaran di kelas 1. Selanjutnya saya hanya berganti seragam dari putih abu-abu, seragam SMA 3, ke putih-khaki seragam SMA 5. Perbedaan lainnya, jalan masuk ke sekolah berpindah dari Jalan Kalimantan ke Jalan Bali. Lainnya, hidup saya berlangsung tanpa perubahan. Ada juga yang berubah, cita-cita saya tidak lagi menjadi astronomer, melainkan ingin menjadi wartawan.
Karena saya sekolah di dua SMA ini, saya bisa ikut baik reuni ASTUTI (Alumni SMA3 Tujuh Tiga), maupun reuni alumni 573. Hambatannya hanya banyak orang yang tidak ingat saya, maupun saya tidak mengenali mereka. Jumlah orang yang saya kenal di setiap reuni hanyalah mereka yang pernah sekelas dengan saya, ataupun teman main dan teman bolos yang jumlahnya tidak banyak.
Reuni ASTUTI tahun 2022 berlangsung meriah di Bumi Sangkuriang, Bandung. 168 orang mendaftarkan diri, walaupun hanya kurang lebih 100 orang yang hadir. Ini adalah pertemuan reuni setelah 3 tahun tertunda karena Covid19. Sebagian besar dari kami telah memasuki usia pensiun, namun kami semua masih merasa berada pada usia produktif. Dari kurang lebih 300 orang murid Angkatan kami, 81 orang telah wafat selama hampir 50 tahun sejak kami lulus SMA. 20 orang wafat dalam 3 tahun terakhir, Sebagian besar karena Covid 19.
Kami merencanakan untuk merayakan ulang tahun emas kelulusan kami tahun depan. 50 tahun sejak kami lulus SMA!