Malam ini kembali dikejutkan dengan kepergian seorang sahabat, Toni “Pangcu” Driyantono.

Saya kenal Pangcu sejak kami sama-sama mahasiswa di Bandung. Pangcu aktif di Yayasan Mandiri sebuah Ornop yang bergerak dalam teknologi tepat guna untuk pedesaan. Nama Pangcu seingat saya juga diberikan oleh teman2 di Yayasan Mandiri. Pangcu dianggap personifikasi dari tokoh cerita silat Ang Tjit Kong, ketua perguruan pengemis (Kay Pangcu) yang urakan. Nama Pangcu kemudian melekat pada nama Toni. Banyak orang mengira itu adalah nama aslinya.

Saya mulai akrab dengan Pangcu pada Pertemuan Nasional WALHI ke dua di Bandung pada tahun 1983. Ketika itu Pangcu menjadi panitia penyelenggara dan aktif melobby para peserta agar memilih kembali mbak Erna Witoelar sebagai Direktur Eksekutif. Pangcu juga melakukan lobby untuk meloloskan “Paket Jakarta” bagi Presidium WALHI. Paket Jakarta adalah mas Nasihin Hassan dari P3M, Hakim Garuda Nusantara dari LBH, dan saya dari PKBI. Sebetulnya Paket Jakarta plus karena ada George Junus Aditjondro dari IRJA-DISC. Kami semua berhasil terpilih menjadi anggota Presidium. Ini antara lain berkat kelincahan Pangcu dan teman2 Yayasan Mandiri melakukan pendekatan kepada peserta Pertemuan Nasional.

Pada akhir dekade 80an, Pangcu menjadi Konsultan untuk program pesantren PKBI. Dalam periode ini, saya diajak Pangcu keluar masuk pesantren. Yang saya ingat betul adalah perjalanan kami ke Pabelan di Magelang, Tebuireng dan Seblak di Jombang, serta Guluk-guluk di Madura. Kami berkunjung ke Pabelan dan Guluk-guluk lebih dari sekali. Ketika itu Mochtar Abas masih menjadi Kepala Desa dan Direktur LPM Pesantren Pabelan.

Pada awal dekade 90an, saya tinggal di Makassar. Pangcu pernah datang berkunjung dan menginap beberapa malam di rumah kami. Ketika itu saya telah berhenti merokok, namun Pangcu masih menghisap rokok. Selama menginap di rumah kami, Pangcu dipanggil “Setan Rokok” oleh Bunga yang masih kelas 2 SD. Pangcu juga dilarang merokok di dalam rumah. Oleh karena itu si Setan Rokok biasanya diam-diam merokok di teras rumah. Sejak itu setiap bertemu Bunga, Pangcu selalu menyebut dirinya sebagai si Setan Rokok.

Kami masih bertemu beberapa kali selama saya menjadi Ketua Pengurus Nasional PKBI, tahun 2006-2010. Pangcu sudah tinggal di Malang, tapi sering berada di Jakarta untuk pekerjaan atau acara keluarga. Setelah tahun 2010, kami hanya berhubungan melalui Facebook. Pangcu adalah orang yang paling rajin mengucapkan selamat ulang tahun untuk teman-teman Facebooknya. Biasanya ucapannya agak panjang, puitis dan penuh doa.

Kami semua teman-temannya sangat kehilangan atas kepergian Pangcu yang terasa terlalu mendadak. Pangcu adalah teman yang setia, manusia yang rendah hati dan punya kepedulian yang besar pada orang lain. Saya bersaksi dia adalah orang yang sangat baik. Saya yakin dia berakhir dengan baik (husnul khatimah). Tak ada lagi sakit dan penderitaan.

Selamat jalan, Pangcu. Salam untuk mas Nasihin, Hakim, George dan teman-teman lain di sana!