Pagi ini mendengar kabar duka, Dr. Sugiri Syarief, Sekjen KPK yang pertama (2004-2006) dan mantan kepala BKKBN (2006-2012), meninggal dunia di Yogyakarta tadi malam.

Saya mengenal mas Giri pada tahun 1983, ketika kami sama-sama mendapat beasiswa dari BKKBN/USAID untuk studi pasca sarjana di Amerika Serikat. Kami angkatan pertama dari program 5 tahun untuk memperkuat kapasitas manajemen program keluarga berencana di Indonesia.

Mewakili PKBI, saya adalah satu2nya peserta yang bukan pegawai negeri. Mas Giri ketika itu Kepala BKKBN di Sumatera Selatan. Selain dari BKKBN (antara lain Sudibyo Alimuso, Supiadji) peserta lainnya adalah dari Kementerian Kesehatan ( Endang, Kapti, Tizi, dll), BPS (Satwiko, Sihar dll) dan Perguruan Tinggi (Amal, Zulazmi, Muhajir Darwin, dll). Selain itu, ada pula satu dokter tentara (Kiky Kilapong, Brigjen Purnawirawan yang pernah menjadi kepala rumah sakit veteran di Bintaro).

Setelah kursus Bahasa Inggeris di Jakarta, kami kemudian dibagi dua: peserta yang diterima di Universitas2 di pantai timur Amerika Serikat melanjutkan kursus di Georgetown University; dan peserta yang diterima di Universitas2 di pantai barat melanjutkan kursus di University of Hawaii selama 3 bulan di musim panas 1984. Oleh karena itu kami berpisah sekolah. Saya di Georgetown dan kemudian melanjutkan ke Cornell. Sedangkan mas Giri di Hawaii, dan kemudian melanjutkan ke School of Public Administration, University of Southern California di Los Angeles.

Kami masih sempat bertemu pada musim panas tahun 1985, kerika saya berkunjung ke Los Angeles dalam perjalanan pulang menghadiri konferensi International Communications Association (ICA) di Hawaii. Kemudian kami putus kontak, sampai tahun 2006. Tahun itu saya diangkat sebagai Sekretaris Jenderal/CEO Transparency International Indonesia, dan mas Giri menjabat Sekjen KPK. Tapi tak lama, karena mas Giri kemudian diangkat Presiden SBY menjadi kepala BKKBN.

Rupanya nasib kami masih bertautan, pada bulan Oktober 2006, Musyawarah Nasional PKBI memilih saya menjadi Ketua Pengurus Nasional PKBI. Maka langkah saya yang pertama adalah menjalin komunikasi dengan BKKBN. Hubungan PKBI dengan BKKBN selalu naik turun. Sering mesra, tapi pernah pula tak bertegur sapa. Saya bisa ungkapkan sekarang bahwa hubungan itu berada di titik terbaiknya ketika mas Giri menjadi kepala BKKBN, dan kemudian Sudibyo Alimuso menjadi Sestama/Sekjen.

Program KB Nasional agak tercerai berai setelah berlangsungnya desentralisasi kekuasaan di tahun 1999. Duet mas Giri dan Sudibyo berupaya untuk.merevitalisasi program nasional itu. Menyadari realitas politik dan anggaran yang ada, mereka berusaha membangkitkan kembali semangat para penggiat KB, dan menjalin hubungan dengan para stakeholders, termasuk PKBI. Menurut saya, mereka cukup berhasil. Hal itu ditunjukkan oleh angka fertilitas (TFR) Indonesia. Setelah reformasi terjadi lonjakan TFR dari 2,34 di tahun 1997, menjadi 2,60 di tahun 2007. Pada tahun 2017, berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI ) TFR Indonesia turun lagi menjadi 2,40. Masih di bawah target Pemerintah TFR=2,30.

Yang mengkhawatirkan, BKKBN malahan menjadi lebih mundur lagi, setelah ditinggalkan oleh mas Giri. Melihat pesan2 yang disampaikan melalui komunikasi publik mereka, BKKBN sekarang malahan lebih konservatif, bias jender, dan mewakili sudut pandang patriarki abad pertengahan. Sungguh satu kemunduran besar bagi gerakan keluarga berencana Indonesia!

Selamat jalan mas Giri. Saya bersaksi bahwa anda orang baik dan berintegritas. Mudah-mudahan semua amal ibadah anda diterima, dan dilapangkan kuburnya.

Innalillahi wa innaillaihi rojiun.

Tulisan ini pernah dimuat di sini.