Acara reuni selalu membuat saya galau karena 2 alasan: pertama saya punya mobilitas sekolah cukup tinggi, 3 SD, 2 SMP, dan 2 SMA, sehingga jarang punya teman akrab. Yang kedua, dalam setiap reuni banyak teman yang tidak ingat saya pernah bersekolah di tempat tersebut.

Sejak kelas satu SMP saya lebih banyak menghabiskan jam belajar di luar sekolah. Pada mulanya di taman-taman dekat sekolah. Kemudian di atas kereta api antara Padalarang dan Cicalengka. Bahkan kadang-kadang beberapa hari saya absen karena berada di luar kota tanpa ijin sekolah.

Yussi dan Rini, dua guardian angels yang selalu menyelamatkan saya dari guru. Harry Kadi yang rumahnya di dekat sekolah dan jadi markas kami.

Orang tua saya yang keduanya guru, sering harus menanggung malu karena diberi kabar oleh teman2 mereka saya tidak berada di kelas. Tapi tampaknya mereka maklum, sejak muda ruang kelas tak pernah bisa membatasi imajinasi dan enerji saya. Seingat saya, saya tak pernah dimarahi orang tua karena membolos. Mungkin juga mereka yakin satu saat saya akan menemukan jalan yang lurus.

Anton dan Bagyo, sesama penghuni kompleks Gubernuran. Setiap pagi kami jalan kaki ke sekolah yang jaraknya 4 kilometer agar dapat menghemat ongkos.

Setelah 45 tahun meninggalkan SMA yang dikenang memang hanya yang baik2 saja.

Tulisan ini pernah dimuat di sini.